Pada hari Senin, nilai minyak merangkak naik di pasar Asia pasca keputusan OPEC+ untuk melanjutkan penurunan produksi hingga tahun 2025. Walaupun demikian, rumor adanya gencatan senjata di Gaza membatasi peningkatan tersebut.
Dikutip CNBC, harga minyak menjadi lebih kuat pada Senin (3/6) pukul 09.45 WIB. Minyak mentah Brent naik 0,02% menjadi US$81,64 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,64% ke US$77,48 per barel.
Organisasi Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) pada hari Minggu memutuskan untuk melanjutkan penurunan produksi mereka. Kartel yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia ini akan meninggalkan sekitar 5,8 juta barel per hari dari produksi mereka hingga paling tidak awal tahun 2025. Secara lebih rinci, mereka akan mempertahankan pemotongan sebesar 3,6 juta barel per hari hingga akhir tahun 2024, dan pemotongan sebesar 2,2 juta barel per hari akan dihapus secara bertahap dari Oktober 2024 hingga September 2025.
Pasar telah memperkirakan langkah ini, mengingat pemotongan produksi OPEC+ sebagian besar adalah untuk mendukung harga minyak melalui pengetatan pasar. Kartel tersebut mengatakan mereka sedang menunggu peningkatan yang lebih luas dalam kondisi ekonomi dan penurunan suku bunga sebelum mulai meningkatkan produksi.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas menjadi sorotan setelah proposal baru dari AS. Presiden AS, Joe Biden, minggu lalu merilis rencana tiga tahap untuk gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Rencana tersebut mencakup gencatan senjata selama enam minggu, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan pembebasan tahanan Israel oleh Hamas sebagai tukar guling dengan ratusan tahanan Palestina. Proposal ini juga membuka jalan untuk bantuan lebih banyak ke Gaza dan meminta negosiasi baru antara Israel dan Hamas untuk gencatan senjata yang bersifat permanen.
Laporan mengatakan bahwa pemimpin Hamas memberikan respons positif terhadap proposal tersebut, sementara Israel juga tampaknya menyetujuinya. Gencatan senjata di wilayah ini diperkirakan akan membuat para pedagang semakin mempertimbangkan premi risiko geopolitik dari minyak mentah. Ketakutan akan eskalasi konflik di Timur Tengah telah menjadi faktor utama dalam menentukan harga minyak mentah dalam beberapa bulan terakhir.
Bagikan Berita Ini