Harga emas dalam tren stagnan cenderung melemah. Harga emas global yang stagnan tak bisa dilepaskan dari mood pelaku pasar yang memilih "wit and see' dengan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Amblesnya ekonomi China bahkan tidak mampu menggerakkan harga emas secara signifikan.
Pada perdagangan Senin (17/7/2023) harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 1.954, 74 per troy ons. Harganya nyaris tidak bergerak dan melemah sanga tipis yakni 0,009%.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif emas yang juga melemah 0,27% pada perdagangan Jumat pekan lalu.
Harga emas masih malas bergerak alias mager pada hari ini. Pada perdagangan hari ini, Selasa (18/7/2023), harga emas di pasar spot berada di posisi US$ 1.954,51 per troy ons. Harganya melemah 0,01%.
Analis dari City Index, Matt Simpson, menjelaskan pergerakan emas akan stabil karena pelaku emas memilih untuk mengambil nafas dulu setelah melakukan pembelian besar-besaran pekan lalu.
Harga emas terbang 1,59% pada pekan lalu. Penguatan tersebut adalah yang tertinggi sejak awal April 2023 atau tiga bulan terakhir. Harga emas bahkan mampu mencetak rally panjang lima hari pada pekan lalu.
"Pergerakan emas mengambil nafas dulu sehingga harganya mungkin akan stabil di level US$ 1.940-1.950 per troy ons," tutur Simpson, dikutip dari Reuters.
Pelaku emas menunggu momen penting pekan depan yakni keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) terkait suku bunga.
CME FedWatch Tool memproyeksi kemungkinan 98% jika The Fed akan menaikkan suku bunga pada Juli sebesar 25 bps. Pelaku pasar juga semakin optimis jika kenaikan pada Juli akan menjadi yang terakhir.
"Jika akhir dari siklus bunga tinggi semakin mendekati kenyataan maka itu akan mendukung emas," imbuh Simpson.
Besarnya dampak keputusan The Fed membuat pasar 'melupakan' sentimen lain, termasuk dari China.
China melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% (year on year/yoy) pada kuartal II-2023.Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2023 yakni 4,5% (yoy) tetapi jauh di bawah ekspektasi pasar yakni 7,3% (yoy).
Ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 0,8% dibandingkan kuartal sebelumnya (quartal to quartal/qtq) pada periode April-Juni 2023. Pertumbuhan tersebut adalah yang terendah sejak kuartal III-2022.
Penjualan ritel China juga jeblok dan hanya tumbuh 3,1% pada Juni, terendah dalam lima bulan terakhir.
Melemahnya ekonomi China ini menjadi kekhawatiran pelaku pasar komoditas mengingat Tiongkok adalah konsumen terbesar untuk komoditas, mulai dari batu bara hingga emas.
Di satu sisi melemahnya ekonomi China bisa meningkatkan kekhawatiran global sehingga permintaan dari emas meningkat. Namun, di sisi lain, melemahnya ekonomi China bisa mengurangi permintaan dari sektor industri.
Pelaku pasar juga percaya jika Beijing tidak akan diam saja dan akan segera menggelontorkan stimulus. Stimulus tersebut akan menggairahkan pembelian aset yang berisiko sehingga emas malah ditinggalkan pembeli.
CNBC INDONESIA RESEARCH
sumber:CNBC Indonesia
Bagikan Berita Ini