Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (24/10/2022), setelah membukukan pelemahan 6 pekan beruntun. Indeks dolar AS yang sedang terkoreksi membuat rupiah mampu melesat 0,51% ke Rp 15.550/US$ saat pembukaan perdagangan, melansir data Refinitiv.
Setelahnya, penguatan rupiah terpangkas menjadi 0,32% ke Rp 15.580/US$ pada pukul 9:05 WIB.
Indeks dolar AS yang merosot 0,77% ke 112,012 pada perdagangan Jumat pekan lalu.
Kemerosotan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut terjadi setelah setelah Wall Street Journal (WSJ) melaporkan beberapa pejabat The Fed mulai mengisyaratkan keinginan mereka untuk memperlambat laju kenaikan segera.
"Artikel Wall Street Journal yang menyebutkan laju kenaikan suku bunga sedang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip dari Reuters.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan bahwa The Fed harus menghindari menempatkan ekonomi AS ke dalam "penurunan paksa" dengan pengetatan yang berlebihan. Ia menambahkan bahwa The Fed mendekati titik di mana laju kenaikan suku bunga harus diperlambat.
Sudah jamak diketahui dolar AS perkasa akibat The Fed yang sangat agresif menaikkan suku bunga. Sepanjang tahun ini kenaikannya sebesar 300 basis poin, menjadi 3% - 3,25% dan masih akan terus berlanjut.
Pada November nanti, bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan menaikkan lagi sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%. Tidak cukup sampai di situ, kenaikan masih akan terus dilakukan hingga awal tahun depan.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.
Kenaikan suku bunga tersebut, begitu juga di negara lainnya membuat perekonomian global terancam mengalami resesi di tahun depan.
Alhasil, dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona, rupiah pun merana hingga membukukan pelemahan 6 pekan beruntun.
Bagikan Berita Ini