Pada Senin (22/7), terjadi peningkatan harga minyak mentah yang dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan dimulai pada September mendatang.
Menurut data dari CNBC, harga Brent naik 0,28% menjadi US$ 82,85 per barel, sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 0,45% menjadi US$ 80,49 per barel.
Pada akhir pekan sebelumnya, harga minyak mengalami penurunan, dengan Brent turun 2,91% menjadi US$ 82,63 per barel, dan WTI turun 3,25% menjadi US$ 80,13 per barel. Selama pekan tersebut, Brent turun 2,82% secara point-to-point (ptp), sementara WTI turun 2,53%.
Menurut catatan dari ANZ Research, sejak pertemuan FOMC Juni lalu, data inflasi dan pasar tenaga kerja menunjukkan adanya disinflasi dan penyeimbangan kembali pasar tenaga kerja, yang diperkirakan akan memungkinkan The Fed untuk memulai siklus penurunan suku bunganya pada September.
Pada tanggal 30-31 Juli, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengadakan pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengenai suku bunga. Investor memperkirakan The Fed masih akan mempertahankan suku bunganya, sambil mencari indikasi penurunan suku bunga yang akan terjadi pada akhir tahun ini.
Di sisi politik, Presiden AS Joe Biden telah resmi mengundurkan diri dari Pilpres 2024, karena tekanan dari anggota Partai Demokrat yang mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai kandidat dari partai tersebut untuk menghadapi Donald Trump dari Partai Republik. Dalam beberapa minggu terakhir, terjadi perdebatan internal di kalangan Demokrat mengenai apakah Biden, yang berusia 81 tahun, seharusnya tetap mencalonkan diri. Namun, dukungan cepat yang mengalir untuk Harris sangat penting, mengingat pemilihan umum tinggal sekitar 100 hari lagi.
Pertumbuhan ekonomi China yang lebih lambat dari perkiraan sebesar 4,7% pada kuartal kedua memicu kekhawatiran pekan lalu mengenai permintaan minyak negara tersebut dan terus membebani harga.
Pada Minggu kemarin, China merilis dokumen kebijakan yang menguraikan ambisinya, mulai dari mengembangkan industri maju hingga memperbaiki lingkungan bisnis, dan para analis tidak melihat adanya tanda-tanda perubahan struktural dalam waktu dekat di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Dokumen berisi 60 poin ini dipublikasikan setelah pertemuan tertutup Komite Sentral Partai Komunis pekan lalu yang diadakan kira-kira setiap lima tahun sekali. Sementara itu, kelompok produsen OPEC+ kemungkinan tidak akan merekomendasikan perubahan kebijakan produksinya, termasuk rencana untuk mulai mengurangi pengurangan pasokan minyak mulai Oktober mendatang.
"Keseimbangan kuartal ketiga akan semakin ketat karena berlanjutnya pengekangan OPEC dan peningkatan permintaan musiman, sebelum melemah pada kuartal keempat karena pasokan tambahan dari OPEC+ dan AS," tulis analis BNP Paribas, Aldo Spanjer.
Bagikan Berita Ini